Aku bersahabat baik dengannya. Bahkan dengan keluarganya pun sudah begitu akrab. Sebut saja ‘Noris’. Ia seorang gadis seusiaku. Ia gadis yang dewasa, tegar, pandai, dan kadang juga egois. Dia sahabatku. Tapi kadang ia menjadi kakakku. Kami bertemu saat kami masih SMP. Kini kami kelas 2 SMA. Sekolah kami sama, hanya kelas kami yang berbeda. Ada yang sama dengan kami. Hobi kami. Ya… kami suka sekali menulis. Entah puisi, syair, lirik lagu, bahkan cerpen.
Pagi ini, hampir saja aku terlambat bangun. Untunglah aku masih sempat menikmati sang fajar bangun dari mimpi indahnya semalam. Seperti biasa, minggu pagi selalu ku sempatkan untuk sejenak saja duduk di loteng melihat sang fajar menyapaku. Tapi sayang, pagi ini tak lengkap. Tak ada Noris yang menemani, yang mendengarkan keluhku.
Sudah 5 hari ini ia pergi tanpa pamit. Rumahnya pun kosong. Tak tau lagi harus menghubunginya kemana. Bertanya ke keluarganya pun juga tak ada hasil. Ini kali pertamanya ia pergi tanpa pamit. Disaat yang benar-benar membutuhkan ide-idenya, kini harus kulalui seorang diri. Tak seperti biasanya kali ini. Sungguh benar-benar menjadi hari paling tragis. Sepi yang menyapa disetiap mata terbuka dan terpejam. Tak lagi dapat bertemu dengannya sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Baru saja aku turun dari loteng, sebuah sms yang ku tunggu masuk juga.
“jemput aku di bandara ya..aku sudah sampai.” noris
“mamaaa…noris sudah pulang. Aku mau jemput dia di bandara.” Teriakku dari tangga.
“mandi dulu sayang.” Perintah mama dari dapur. Tak berapa lama, aku keluar kamar dengan jeans dan kaos playboy kesayanganku.
“ayok pa jemput noris sekarang. Udah kangen banget. hehehe” ajakku.
15 menit kemudian, aku sampai. Baru saja turun dari mobil, sebuah tepukan mendarat di pundakku. Sontak aku berbalik dan apa yang ku lihat “Noriss..”gumanku pelan. “kemana aja sih? Pergi nggak kasih kabar!” ucapku. Tapi seperti biasa, hanya sebuah senyum teka-teki yang kudapat. Itu sudah biasa bagiku. Aku tahu, ada hal yang tak berhak ku ketahui saat ini. Selama perjalanan pulang, tak hendi-hentinya mulutku bercerita. Sesekali ku lirik noris. Ia hanya tersenyum mendengar ceritaku.
Senin, 2Oktober 2011
Pagi ini, aktivitas kembali berjalan. Pagi ini pula, aku kembali sekolah bersama noris. Sepanjang jalan, kami hanya bernyanyi. Aku tau, suaraku tak sebagus noris. Bahkan bisa di katakan suaraku di bawah rata-rata. Tapi aku tak peduli. Kapan lagi bisa seperti ini. Satu lagi hobi noris, bernyanyi sambil bermain gitar. Aku paling suka kalau ia sedang bermain gitar menyanyikan lagu kesepiannya vierra. Rasanya mewakili semua rasa yang ada di hati saat kita tak sedang bersama, marahan. Sampai juga di sekolah kami tercinta. Kami berpisah di depan kelasku.
“Nanti pulang sekolah yaaa…” ucap noris sebelum meninggalkanku. Aku hanya sempat tersenyum saat ia sudah membalikan badannya dan kembali berjalan.
***
Akhirnya waktu pulang datang juga. Aku menunggu noris di depan gerbang. Lama juga. “Arzaaa..” teriakan itu tak asing bagiku. Aku hanya membalasnya dengan senyum. “ayok pulang” ajakku. “tapi mampir dulu ya!” jawab noris. “kemana?” pertanyaanku terlontar tanpa ada jawaban.
Sampai juga di tempat yang noris maksud. Tempat favorit noris.
“arza, pernah nyesel nggak punya sahabat kayak aku ? “
“enggak. Kenapa emang ? malah seneng aku”
“ah enggak. Eh lihat deh baguskan pemandangannya. Kalo kamu sore-sore main ke rumahku, kadang nggak ketemu aku kan? Aku biasanya disini. Enak bangt Za disini. Apalagi kalo lagi pengen sendiri”
Aku hanya terdiam. Aku tahu, ada sesuatu yang ingin ia sampaikan…
“Zaa..”
“hmm..”
“waktu aku pergi, kamu ngapain aja ?”
“aku ? Cuma nulis-nulis aja. Kamu ngapain nggak pamit ?”
“aku udah baca lhoo tulisanmu itu. Baguss za… kemarin aku masuk ke kamarmu. Hehehe”
“hm..kebiasaan deh…tuhkan pertanyaanku kacang lagi!”
“hahaha..enggak ngapa-ngapain za. Eh za, kalo aku sakit gimana?”
“kok Tanya itu?”
“tanya aja arza ku..”
“emm…enggak tau… kenapa sih?”
“tau nggak… aku sakit . . . kemarin aku pergi karna itu… aku sakit…”
“sakit apa ?” jawabku menahan tangis.
“Lhoh kok nangis sih ? kenapa ?” wajah noris mulai khawatir.
“Kamu sakit apa ? kenapa nggak pernah cerita ?”
“Arza…jangan nangis…aku nggak kenapa-kenapa …Cuma paru-paru basah Za. Sudah jangan nangis. Nanti nggak cantik lagi. Ayoo senyum dong.” Ucapnya penuh dengan senyum.
“aku sayang kamu…jangan jauh lagi ya… janji ?” ucapku.
“Janji arzaku….”
“janji sembuh?”
“he?? Emm… janji…”
Sore itu berlalu penuh dengan tangisku. Bukit noris sudah basah karna tangisanku. Tapi ada hal lain yang mampu membuatku kembali tersenyum. Senyum noris… ya, aku beruntung memiliki sahabat sepertinya. Aku beruntung memiliki Noris.
http:// kpmku.wordpress.com/
http://
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo-ayo jangan lupa kasih saran yaaa ;-)